MAMIK MPA. GHUBATRAS
MENGAWALI HIDUP DARI BERMIMPI
Senin, 04 Maret 2013
kucing persia midium murah
kucing persia midium di jual murah warna putih polos mata putih....
usia 3,5 bulan no kutu, jantik, lincah, sehat, jenis klamin cewek,,,
saya jual 1.000.000 nego tipis....
yang berminat hubungi 087750883842
Rabu, 24 Oktober 2012
Senin, 30 Juli 2012
makalah modal sosial
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar belakang
Ketika bangsa kita mengalami
berbagai perubahan sosial sebagai akibat dari aneka krisis yang menimpa (krisis
moneter, krisis politik, krisis kepercayaan, dan lain-lain) tampaknya semua
karakter sosial yang melekat dalam diri kita dan pernah diagung-agungkan itu,
mulai berangsur-angsur hilang dan bahkan kita mulai menampakkan karakter sosial
yang bengis dan menakutkan. Hal itu nampak paling transparan dalam bentuk
tindakan-tindakan yang destruktif yang dilakukan kita manusia terhadap sesama
yang ada di sekitar kita seperti, benturan, konflik, kekerasan, pembunuhan,
pembakaran, penjarahan, pemerkosaan, penculikan, terorisme, dan lain-lain.
Tindakan-tindakan
destruktif seperti itu tentu akan mengacak-ngacak modal sosial (social capital)
yang telah kita miliki. Modal sosial yang di dalamnya terdiri atas norma-norma
sosial yang seharusnya terpelihara dan terjaga kelanggengannya sekarang telah
teracak-acak oleh aktivitas-aktivitas manusia yang lebih tidak beradab. Otonomi
Daerah yang kehadirannya dimungkinkan untuk dapat memupuk modal sosial, belum
berperan banyak untuk menumbuhkan rasa solidaritas, kejujuran, keadilan,
kerjasama, dan sebagainya. Karena itu, sekarang harus ada upaya untuk
menumbuhkembangkan lagi modal sosial yang semakin menipis ini dalam institusi
lokal yang merupakan cikal bakal terbentuknya insitusi global.
I.2.
Rumusan Masala
2. Apa faktor apa saja yang
menjadi permasalahan modal sosial pendidikan indonesia.
3. Interaksi apa saja yang
menjadi modal sosial pendidikan.
4. Bagaimana soslusi problimatika
modal sosial pendidikan.
I.3.
Tujuan
Untuk
mengetahui permasalahan modal sosial yang ada di Negara Indonesia saat ini dan
bagaimana solusi yang harus kita lakukan dalam mengatasi masalah modal social
pendididkan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Modal Sosial
Modal sosial adalah suatu konsep
dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai
jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah “modal sosial” telah
digambarkan sebagai “sesuatu yang sangat manjur” [Portes, 1998:1] bagi semua
masalah yang menimpa komunitas dan masyarakat di masa kini.
Modal sosial awalnya dipahami
sebagai suatu bentuk di mana masyarakat menaruh kepercayaan terhadap komunitas
dan individu sebagai bagian didalamnya. Mereka membuat aturan kesepakatan
bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Di sini aspirasi masyarakat
mulai terakomodasi, komunitas dan jaringan lokal teradaptasi sebagai suatu
modal pengembangan komunitas dan pemberdayaan masyarakat.
Modal sosial merupakan kekuatan yang
mampu membangun civil community yang dapat meningkatkan pembangunan
partisipatif, dengan demikian basis modal sosial adalah trust, idiologi dan
religi. Modal sosial dapat dicirikan dalam bentuk kerelaan individu untuk
mengutamakan keputusan komunitas, Dampak dari kerelaan ini akan menumbuhkan
interaksi kumulatif yang menghasilkan kinerja yang mengandung nilai sosial.
Manusia belum disebut manusia yang
sebenarnya, bila ia tidak ada dalam suatu masyarakat, karena itu pula maka
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia pada dasarnya tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya dengan baik tanpa hidup bermasyarakat. Sejak
lahir, manusia membutuhkan pertolongan manusia lain, sampai dewasa dan
meninggal (dan dikubur), ia pun tetap membutuhkan manusia lain. Kemandirian
manusia tidak diartikan sebagai hidup sendiri secara tunggal, tapi hidup
harmonis dan adaptif dalam tatanan kehidupan bersama. Seperti yang dikemukakan
oleh Fairchild (1980) masyarakat merujuk pada kelompok manusia yang memadukan
diri, berlandaskan pada kepentingan bersama, ketahanan dan
kekekalan/kesinambungan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi,
semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan
kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak
masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat
meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal
sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan suatu
masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi
bahkan dihancurkan oleh pihak luar.
Sebenarnya ada
dua macam modal sosial, sebagaimana diulas oleh McElroy, Jorna dan Engelen
(2006), yaitu modal sosial yang psiko-sentris, dan modal sosial yang
sosio-sentris. Modal psiko-sentris berbentuk kemampuan seseorang dalam
memanfaatkan jaringan atau relasi sosial untuk melakukan sesuatu. Istilah
sehari-harinya, orang yang punya modal sosial psiko-sentris ini adalah “orang
gaul”, pergaulannya luas, banyak teman, suka nraktir (dan ditraktir) , dan
pandai memanfaatkan hubungannya untuk memperlancar urusan. Kadang bentuk
kemampuan ini dilihat secara rada sinis, karena orang yang memilikinya
cenderung terlihat suka berkolusi dan pandai “memanfaatkan teman”. Padahal
seringkali kemampuan bergaul ini bersifat positif dan memang diperlukan di
segala bidang (tidak hanya bisnis atau politik).
Modal sosial
akan tampak lebih “netral” jika kita melihatnya sebagai modal yang
sosio-sentris. Dalam bentuk sosio-sentris, modal ini terlihat sebagai sebuah
tindakan kolektif yang di dalamnya mengandung hubungan-hubungan pribadi.
Misalnya, modal sosial ini sering terucapkan secara bercanda dalam kata-kata
“Bersatu kita teguh, bercerai kita… kawin lagi!” Maksudnya adalah betapa
penting bagi sebuah komunitas untuk bertindak secara kolektif, dan tindakan
kolektif ini kemudian dapat dimanfaatkan (atau istilah kerennya:
diapropriasikan) oleh seseorang yang memerlukannya, baik dalam bentuk
organisasi atau sistem sosial itu sendiri. Pemanfaatan ini menimbulkan
keberuntungan (baik keberuntungan finansial maupun keberuntungan lain) bagi
orang itu maupun bagi sesama anggota komunitas yang lain. Kita sering bilang,
“Elu untung, gue untung.. sama-sama senang, lah!”
II.2. Wujud Nyata Dari Modal Sosial
Modal sosial terkadang merupakan
sesuatu yang sangat tidak riil dan tampaknya sangat susah untuk sekedar
dibayangkan. Mahluk apakah social capital itu? Berwujud apakah dia
sehingga banyak membuat orang terinspirasi oleh pentingnya kehadiran modal
sosial sebagai pendukung pemberdayaan masyarakat, pendukung demokrasi termasuk
sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan good governance yang
dewasa ini banyak diperbincangkan masyarakat kita.
II.2.1. Hubungan sosial
Merupakan suatu bentuk komunikasi
bersama lewat hidup berdampingan sebagai interaksi antar individu. Ini
diperlukan sebab interaksi antar individu membuka kemungkinan campur tangan dan
kepedulian individu terhadap individu yang lain. Bentuk ini mempunyai nilai
positif karena masyarakat mempunyai keadilan sosial di lingkungannnya.
II.2.2. Adat dan nilai budaya lokal
Ada banyak adat dan kultur yang
masih terpelihara erat dalam lingkungan kita, budaya tersebut kita akui tidak
semua bersifat demokratis, ada juga budaya-budaya dalam masyarakat yang
terkadang sangat feodal bahkan sangat tidak demokratis. Namun dalam perjalanan
sejarah masyarakat kita, banyak sekali nilai dan budaya lokal yang bisa kita
junjung tinggi sebagai suatu modal yang menjunjung tinggi kebersamaan,
kerjasama dan hubungan sosial dalam masyarakat.
II.2.3. Toleransi
Toleransi atau menghargai pendapat
orang lain merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan oleh
setiap orang ketika ia berada atau hidup bersama orang lain. Sikap ini juga
yang pada akhirnya dijadikan sebagai salah satu prinsip demokrasi.
Toleransi bukan berati tidak boleh berbeda, toleransi juga bukan berarti diam
tidak berpendapat. Namun toleransi bermakna sebagai penghargaan terhadap orang
lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara serta menyadari
bahwa pada dasarnya setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda.
II.2.4. Kesediaan untuk mendengar
Dalam belajar berdemokrasi kita sangat
tidak asing dengan upaya seperti menghormati pendapat orang lain, toleransi dan
lain-lain. Namun ada satu hal yang hampir terlupakan yaitu tentang kesediaan
mendengar pendapat orang lain . Begitu juga dalam bernegara, kearifan
mendengar suara rakyat merupakan salah satu bentuk toleransi dan penghargaan
negara terhadap masyarakat. Apa yang berkembang di dalam masyarakat sebagai
suara rakyat haruslah ditampung, disimak dan dipahami untuk mengkaji ulang
kebijakan “kebijakannya. Kekuasaan yang tidak mampu lagi mendengar suara
anggotanya adalah kekuasaan yang tidak lagi inspiratif, dan tidak menjalankan
kedaulatan rakyat. Kekuasaan seperti ini haruslah direformasi.
II.2.5. Kejujuran
Merupakan salah satu hal pokok dari
suatu keterbukaan atau transparansi. Dalam masyarakat kita hal ini sudah
ada, dan ini sangat mendukung perkembangan masyarakat ke arah yang lebih
demokratis karena sistem sosial seperti ini akan mensuramkan titik-titik
korupsi dan manipulasi di kalangan masyarakat adat sendiri.
II.2.6. Kearifan lokal dan
pengetahuan lokal
Merupakan pengetahuan yang
berkembang dalam masyarakat sebagai pendukung nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. Penghargaan terhadap nilai lokal ini memunculkan kebersamaan antar
anggota masyarakat yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya.
II.2.7. Jaringan Sosial dan
Kepemimpinan Sosial
Jaringan sosial terbentuk
berdasarkan kepentingan atau ketertarikan individu secara prinsip atau
pemikiran. Sementara itu kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi,
hubungan personal atau keagamaan. Seluruh kepemimpinan sosial muncul dari
proses demokrasi. Dalam demokrasi yang dominan adalah adu konsep rasional dan
gagasan terhadap suatu kemajuan.
II.2.8. Kepercayaan
Merupakan hubungan sosial yang
dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama.Dalam soal ini,
deskripsi Fukuyama relevan untuk dikemukakan. Dalam buku Trust: The Social
Virtues and The Creation of Prosperity (1985), Francis Fukuyama
mengeksplorasi modal sosial itu guna mendeskripsikan betapa masyarakat yang
telah memiliki modal sosial. Suatu masyarakat, dengan kepercayaan tinggi,
dijamin sukses menjalankan visi dan misinya (high-trust society). Di
sana digambarkan, masyarakat bersatu padu demi masyarakat keseluruhan.
Kesediaan orang untuk berkorban, ini mengingatkan kita kepada zaman revolusi,
betapa suasana yang tercipta adalah kepercayaan yang tinggi. Sebaliknya, sikap
saling curiga, suka menaruh kecewa kepada unit masyarakat yang lain, selalu menabung
cemburu satu sama lain, adalah indikasi rendahnya kepercayaan (low-trust
society) di masyarakat. Mungkin inilah yang oleh Fukuyama diistilahkan
dengan zero trust society, sebelum menginjak ke arah yang lebih runyam
ketiadaan kepercayaan.
II.2.9. Kebersamaan dan Kesetiaan
Perasaan ikut memiliki dan perasaan
menjadi bagian dari sebuah komunitas.
II.2.10. Tanggung jawab sosial
Merupakan rasa empati masyarakat
terhadap perkembangan lingkungan masyarakat dan berusaha untuk selalu
meningkatkan ke arah kemajuan.
II.2.11. Partisipasi masyarakat
Kesadaran dalam diri seseorang untuk
ikut terlibat dalam berbagai hal yang berkaitan dengan diri dan lingkungannya.
II.2.12. Kemandirian
Keikutsertaan
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang ada dalam masyarakat dan
keterlibatan mereka dalam institusi yang ada dilingkungannya sebagai rasa
empati dan rasa kebersamaan yang mereka miliki bersama.
II.3. Modal Sosial Pendidikan
Modal
sosial pendidikan timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam komunitas
pendidikan. Meskipun interaksi terjadi karena sebagai alasan,orang-orang
berinteraksi,berkomunikasi,dan kemudian menjalin kerja sama pada dasarnya
dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi cara mencapai tujuan bersama yang
tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri secara pribadi. Interaksi
semacam ini melahirkan Modal Sosial Pendidikan yang ikatan-ikatan emosional
yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama,yang kemudian menumbuhkan
kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.
II.3.1.Kepercayaan.
Secara
umum orang tua menginginkan pendidikan yang lengkap untuk anak-anak mereka.
Mereka menginginkan generasi mudanya dapat bertahan hidup dan berkembang
menjadi warga negara yang berbudaya dan berpendidikan serta memiliki kemampuan
untuk berperan secara penuh dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fiske, 1993 bahwa orang tua adalah pelanggan utama sekolah yang
mempunyai tujuan pokok agar anak-anak mereka memperoleh pendidikan yang bermutu.
Oleh karena itu, bagaimana sebuah sekolah menciptakan kepercayaan orang tua
untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah tersebut. Pengoptimalan sumber daya
yang ada memang diperlukan untuk melakukan kegiatan yang membangun nilai tambah
bagi lembaga pendidikan.
II.3.2.Jaringan Sosial (partisipasi,
solidaritas, kerjasama)
Jaringan sosial terbentuk
berdasarkan kepentingan atau ketertarikan individu secara prinsip atau
pemikiran. Sementara itu kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi,
hubungan personal atau keagamaan. Seluruh kepemimpinan sosial muncul dari
proses demokrasi. Dalam demokrasi yang dominan adalah adu konsep rasional dan
gagasan terhadap suatu kemajuan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi,
semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan
kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak
masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat
meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat
modal sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan
suatu masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah
diintervensi bahkan dihancurkan oleh pihak luar.
1. Pranata Sosial (nilai-nilai bersama,
aturan-aturan)
Pranata Sosial adalah wadah yang
memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola perilaku yang sesuai
dengan norma yang berlaku.
Horton dan Hunt mengartikan pranata
sosial sebagai suatu hubungan sosial yang terorganisir yang memperlihatkan
nilai-nilai dan prosedur-prosedur yang sama dan yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar teertentu dalam masyarakat.
Keterangan Contoh di sekolah sebagi
lembaga sosial budaya untuk memperoleh pendidikan mempunyai aturan-aturan.
setiap orang harus berperillaku sesuai dengan aturan-aturan tertentu sehingga
proses pendidikan berjalan dg baik. Begitu juga di bank, mempunyai aturan
sendiri, setiap karyawan harus berperilaku sesuai dengan aturan yang
berlaku.Sebagai sebuah bangsa atau kelompok, masyarakatIndonesiamemiliki
unsur-unsur kebudayaan sendiri. Salah satu unsurnya adalah organisasi sosial.
Di dalam organisasi sosial yang terbangun dalam kebudayaan bangsaIndonesia,
pemerintah baik dari pusat hingga daerah merupakan bagiannya. Dalam
masing-masing unsur kebudayaan bangsaIndonesiaterdapat pranata-pranata yang
disepakati bersama. Pranata-pranata inilah yang kemudian dilaksanakan bersama
untuk menjalankan kehidupan bangsa tersebut sebagai sebuah kelompok masyarakat.
Kota Surakarta sebagai bagian dari bangsaIndonesiajuga berkewajiban untuk
menjalankan pranata sosial yang sudah terbangun. Salah satu wujud pranata
tersebut adalah peraturan peundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan atau pranata tersebut juga mengatur banyak hal
yang terkait dengan pelaksanaan sistem sosial di dalamnya. Salah satunya
diKotaSolo.
Amanat dari pranata sosial yang
disepakati mengatur tentang bagaimana agar komunikasi antar kelompok dalam
masyarakatnya terbangun dengan baik, tidak saling berbenturan, dapat bekerja
sama antara yang satu dengan yang lain, saling memahami, tidak saling
menganggu, sejahtera, dan lain sebagainya. Pemerintah merupakan satu organisasi
sosial yang bertugapranata social yang sudah disepakati. Dari pranata-pranata
social ini diturunkan kembali kedalam aturan-atauran yang lebih kecil.
Misalnya, ketika menggunakan fasilitas publik maka kepentingan anggota
masyarakat lain juga harus dipikirkan agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam
penggunaan fasilitas tersebut. Hal inilah yang kemudian menginisiasi munculnya
retribusi, pajak (meskipun sebagian orang ada juga yang menyamakan dengan
upeti), sumbangan dan lain-lain.
II.4. Problematika Modal Sosial Pendidikan
Problematika modal sosial dalam
pendidikan yang sering muncul pada masyarakat yakni sebagai berikut:
II.4.1.Kepercayaan
Masalah kepercayaan diIndonesiayakni
banyaknya wargaIndonesiasendiri yang tidak percaya pendidikan di Negaranya
sendiri. Mereka lebih memilih mengirim anaknya untuk menempuh pendidikan di
luar negeri,dengan alasan pendidikan disanalebih optimal daripada di Indonesia.
Dengan adanya fenomena seperti ini,membuka lebar kemungkinan bahwa kepercayaan
masyarakatIndonesiasemakin pudar. Selanjutnya siapa yang akan menjadi generasi
penerus bangsa selanjutnya. Apakah kejadian seperti ini akan terus terjadi pada
masyarakatIndonesia.
II.4. 2. Jaringan Sosial
Berkaitan dengan peranan masyarakat
dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta
Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan
mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Hal yang justru
memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP(Badan Hukum
Pendidikan) maka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih
luas untuk mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan
dengan DU/DI tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai
pihak yang berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return
yang sepadan dari investasinya tersebut? Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh
keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
II.4.3. Pranata Sosial
Pelanggaran norma, krisis
kepemimpinan, kerenggangan hubungan sosial dan dehumanisasi, kondisi ini
disebabkan oleh lemahnya kontrol sosial, sentimen kelompok, meningkatnya
semangat individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini
dibiarkan maka akan berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan
perilaku menyimpang. Komunitas, muncul
sikap baru dari komunitas dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan
budaya potong kompas (menerobos).
Fenomena pergaulan bebas di kalangan
remaja (pelajar) yang di antara akibatnya menjerumuskan para pelajar pada seks
bebas,misalnya. Hal ini merupakan sebuah keadaan yang menunjukan tidak
relevannya sistem pendidikan yang selama ini diselenggarakan dengan upaya
membentuk manusia indonesia yang berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana
dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional sendiri (Psl.2 UU No.20/2003),
karena realitas justru memperlihatkan kontradiksinya. Siswa sebagai bagian dari
masyarakat mendapatkan pendidikan di sekolah dalam rangka mempersiapkan mereka
agar dapat lebih baik ketika menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
Namun karena kehidupan di tengah-tengah masyarakat secara umum berlangsung dengan
sekuler, ditambah lagi dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan dalam
kerangka sekulerisme juga, maka siklus ini akan semakin mengokohkan kehidupan
sekulerisme yang makin meluas.
Jadi ,dengan adanya
ketidakseimbangan antara kehidupan ini,memungkinkan moral serta nilai “ nilai
yang menjadi dasar kehidupan misalnya nilai agama pada remaja atau para peserta
didik mudah goyah dan bila fenomena ini berlangsung terus menerus,kemungkinan
besar moral penerus bangsa kita akan semakin tidak baik.
II.5. Solusi Problematika Modal Sosial Pendidikan
Untuk menyelasaikan masalah-masalah
cabang di atas, diantaranya juga tetap tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian
masalah mendasar. Sehingga dalam hal ini diantaranya secara garis besar ada dua
solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni
solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial,
ideologi, dan lainnya. Dengan demikian, penerapan ekonomi syariah sebagai
pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigma
pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu
bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biaya
yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki
sumber dana (capital).
Penerapan sistem politik islam
sebagai pengganti sistem politik sekuler akan memberikan paradigma dan frame
politik yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat sebagai bentuk perjuangan untuk
menjamin terlaksananya pengaturan berbagai kepentingan ummat oleh penguasa
termasuk diantaranya dalam bidang pendidikan. Sehingga bukan malah sebaliknya
menyengsarakan ummat dengan memaksa mereka agar melayani penguasa. Penerapan
sistem sosial yang islami sebagai pengganti sistem sosial yang hedonis dan
permisif akan mampu mengkondisikan masyarakat agar memiliki kesadaran yang
tinggi terhadap kewajiban terikat pada hukum-hukum syariat sehingga peran
mereka dalam mensinergiskan pendidikan di sekolah adalah dengan memberikan
tauladan tentang aplikasi nilai-nilai pendidikan yang diperoleh siswa di
sekolah.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan. Diantaranya:
Secara tegas, pemerintah harus
mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah
yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang
melimpah yang merupakan milik ummat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut,
maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan
dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan
siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP)
maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan
tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai
dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan
sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses
belajar-mengajar.
BAB III
PENUTUP
III.1.Kesimpulan
Modal
sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang
didasarkan pada nilai jaringan sosial. Modal sosial terkadang merupakan sesuatu
yang sangat tidak riil dan tampaknya sangat susah untuk sekedar dibayangkan. Modal sosial pendidikan timbul dari adanya
interaksi antara orang-orang dalam komunitas pendidikan. Sedangkan problematika
yang terjadi antara lain pranata sosial, kepercayaan, dan jaringan sosial.
Solusis brolematika modal pendidikan yang ada di Indonesia yang Pertama, solusi sistemik, yakni
solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan, antara lain dan Kedua,
solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.ireyogya.org/adat/modul_modalsosial.htm
Prijono, Onny S. 1966. Pemberdayaan Konsep, Kebjakan dan
Implementasi.Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Soekamto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:
CV. Rajawali.
Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial. Jogyakarta: Global
Pustaka Utama.
Field, John. Modal Sosial. Medan:Bina Media Perintis
makalah kesetaraan gender
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Fiqih
islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling dikenal oleh
masyarakat. Ini karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari
sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan
fiqih. Tentang siapa misalnya yang harus bertanggung jawab memberi nafkah
terhadap dirinya, siapa yang menjadi ibu bapaknya, sampai ketika ia dimakamkan
terkait dengan fiqih. Karena sifat dan fungsinya yang demikian itu, maka fiqih
dikategorikan sebagai ilmu al-hal, yaitu ilmu yang berkaitan dengan tingkah
laku kehidupan manusia, dan termasuk ilmu yang wajib dipelajari, karena dengan
ilmu itu pula seseorang baru dapat melaksanakan kewajiban mengabdi kepada Allah
melalui ibadah seperti salat, puasa, haji, dan sebagainya.
Dengan fungsinya yang demikian itu tidak mengherankan
jika fiqih termasuk ilmu yang pertama kali diajarkan kepada anak-anak dari
sejak dibangku Taman Kanak-Kanak sampai dengan ia kuliah di perguruan tinggi. Dari
sejak kanak-kanak seseorang sudah mulai diajari berdoa, berwudlu, shalat, dan
sebagainya, dilanjutkan sampai ke tingkat dewasa di perguruan tinggi, para
mahasiswa mempelajari fiqih secara lebih luas lagi, yaitu tidak hanya mnyangkut
fiqih ibadah, tetapi juga fiqih muamalah, seperti jual beli, perdagangan,
sewa-menyewa, gadai-menggadai, dan perseroan; dilanjutkan dengan fiqih dengan
peradilan tindak pidana, masalah rumah tangga, perceraian, sampai dengan
masalah perjanjian, peperangan, dan pemerintahan. Keadaan fiqih yang demikian
itu tampak menyatu dengan misi agama Islam yang kehadirannya untuk mengatur
kehidupan manusia agar tercapainya ketertiban dan keteraturan, dengan
Rasulullah SAW. Sebagai aktor utamanya yang melaksanakan aturan-aturan hukum
tersebut sebagai ilmu al-hal.
Berdasarkan pada pengamatan terhadap fungsi hukum
Islam atau fiqih tersebut, maka muncullah serangkaian penelitian dan
pengembangan hukum Islam, yaitu penelitian yang ingin melihat seberapa jauh
produk-produk hukum Islam tersebut masih sejalan dengan tuntutan zaman, dan
bagaimana seharusnya hukum Islam itu dikembangkan dalam rangka merespons dan menjawab
secara konkret berbagai masalah yang timbul di masyarakat. Penelitian ini
dinilai penting untuk dilakukan agar keberadaan hukum islam atau fiqih tetap
akrab dan fungsional dalam memandu dan membimbing perjalanan umat.
I.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Gender ?
2. Bagaimana Gender dalam pandangan Fiqih Islam?
I.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui makna Studi Islam lebih jelas.
2. Untuk mengetahui Studi Islam tentang gender dalam
perspektif Fiqih Islam.
I.4. Manfaat Penulisan
1. Menghasilkan deskripsi tentang pengertian gender.
2. Menghasilkan deskripsi studi islam tentang gender
dalam pandangan fiqih islam.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Gender
Dalam
buku gender, se and society, Gender adalah behavior differences antara
laki-laki dan perempuan yang socially differences yakni perbedaan yang bukan
kodrat atau ciptaan Tuhan melainkan diciptakan oleh laki-laki dan perempuan
melalui proses sosial dan budaya yang panjang.
Dalam buku Women’s studies Encyclopedia, Gender adalah
suatu konsep kultural yang berkembang dimasyarakat yang berupaya membuat
perbedaan peran, perilaku, mentalitas dan karakter emosional antara laki - laki
dan perempuan.
Gender
pada mulanya adalah suatu klasifikasi gramatikal untuk benda-benda menurut
jenis kelaminnya. Kesetaraan gender sering dituntut secara tidak proposional.
Semua kondisi tersebut tambah meramai masalah problem gender. Tentu saja
keadialan dan kesetaraan gender tidak harus berarti keramaian dalam semua hal.
Perlu kearifan yang lebih objektif dan realistis untuk mengembangkan konsep
atau mengaktualisasikan konsep peran-peran gender yang lebih proporsional dan
adil.
II.2. Pandangan
Islam Tentang Gender
Al
Qur’an memandang sama antara kedudukan laki-laki dan perempuan. Tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kalaupun ada maka itu adalah akibat
fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan agama kepada masing-masing jenis
kelamin melalui ajaran al qur’an dan as sunnah. Sehingga perbedaan yang ada
tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain,
melainkan mereka saling melengkapi.
II.3. Persamaan
Kedudukan Laki - Laki Dan Perempuan Dalam Al Qur’an
Islam
tidak membedakan antara laki - laki dan perempuan dalam pengabdian. Perempuan
dan laki-laki diciptakan dengan derajat yang sama. Dalam segi mendapat godaan,
bahwa godaan dan rayuan iblis berlaku bagi laki - laki dan perempuan.
II.4. Teori
Dalam Pendekatan Analisis Gender
·
Marginalisasi ( pemiskinan ekonomi )
Menurut
Pablo Gonzales Casanova, marginalisasi adalah fenomena pedesaan yang
menimbulkan kemelaratan dan ciri kebudayaan pribumi tertentu yang biasanya tertahan
yang menunjukan fenomena integral dalam masyarakat artinya peminggiran oleh
sekelompok orang.
Bahwa
menurutnya pariwisata adalah pembangunan yang meminggirkan masyarakat. Karena
dalam prosesnya adanya pengembangan, pembangunan yang menggeserkan nilai-nilai
dan norma yang ada dalam masyarakat. Proses peminggiran masyarakat kebanyakan
yang terjadi adalah diawali dengan pembebasan lahan. Gorege Young mengatakan
bahwa dampak negatif yang ditimbulkan dari pariwisata adalah adannya perubahan
tata guna lahan, bangunan yang terjadi yang seharusnya digunakan oleh lahan
pertanian, namun yang terjadi adalah pengembangan kawasan perumahan, yang
acapkali terjadi penggusuran penduduk secara paksa dan tidak adil. Dalam
khasanah ilmu sosial, ada beberapa definisi dan penjelasan teoritis mengenai
marginalisasi. Menurut Mullaly, marginalisasi merupakan sebuah proses sosial
yang membuat masyarakat menjadi marginal, baik terjadi secara alamiah maupun
dikreasikan sehingga masyarakat memiliki kedudukan sosial yang terpinggirkan.
Sedangkan Anupkumar mendefinisikan marjinalisasi sebagai berikut:
“Marginalization is the
social process of becoming or being made marginal (especially as a group within
the larger society)”.
Problematika
yang paling umum terjadi dalam fenomena marginalisasi adalah adanya
ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dalam masyarakat. Selain itu, banyak
individu dalam masyarakat juga tidak mampu mengakses dan menikmati pelayanan
publik, program serta kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Menurut
J. Yee, marginalisasi dapat pula difahami dalam tiga level, yakni level
individu, masyarakat dan struktur global. Marginalisasi ditingkat individu
biasanya terjadi dalam bentuk tercerabutnya individu dalam partisipasi atau
keikutsertaan mereka dalam aktititas masyarakat. Contoh dari marginalisasi
ditingkat individu adalah apa yang terjadi di tingkat perusahaan. Perusahaan
memiliki pandangan sinis terhadap tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan
atau kemampuan yang memadai (ability) karena dipandang membahayakan
produktivitas, meningkatkan angka ketidakhadiran (mangkir) dan membuat angka
kecelakaan kerja semakin bertambah. Selain itu juga perusahaan mengeluarkan
biaya besar untuk keperluan akomodasi para pekerja mereka yang dianggap tidak
memiliki keterampilan memadai (disability).
Marginalisasi
dilevel masyarakat (community) terjadi dalam dimensi yang lebih luas.
Ia terjadi karena program-program dan kebijakan pembangunan lebih memihak pada
kalangan sosial atas daripada kalangan bawah. Misalnya masyarakat kelas bawah
tidak memiliki akses yang cukup luas untuk masuk dalam pasar kerja karena eligibility
yang terlalu kompetitif sementara pemerintah tidak berhasil memberdayakan
mereka.
Sedangkan
marginalisasi ditingkat global memiliki bentuk yang lebih kompleks dan luas.
Kapitalisme menciptakan ketidakadilan dan ketidakmerataan distribusi sumber
daya dan pelayanan publik. Barang-barang publik diambil alih oleh privat
sementara masyarakat lokal tidak mampu mengakses sumber daya yang ada disekitar
mereka dengan gratis. ”There is no free lunch”, kata Adam Smith.
Segala sesuatu didunia ini tidak ada yang gratis karena semuanya telah
dikomersialisasikan oleh sebuah sistem global yang superior.
Di
tingkat yang lebih praktis dan lokal, marginalisasi biasanya memiliki beberapa
bentuk yang khas, antara lain
a.
Masyarakat lokal kehilangan hak dan kedaulatan untuk mengatur diri mereka
sendiri (self governing community) dalam mengelola aktivitas ekonomi.
Parahnya adalah seringkali negara gagal dalam mengelola SDA dan SDM yang ada
b.
Hilangnya sebagian besar kekayaan masyarakat lokal karena pengelolaan negara
yang tidak adil. Biasanya keuntungan dari hasil kekayaan alam diambil untuk
pemerintah pusat bahkan oleh asing
c.
Masyarakat lokal berpotensi kehilangan identitas diri mereka karena adanya lalu
lintas barang, manusia dan nilai yang keluar masuk.
·
Subordinasi ( anggapan tidak penting dalam keputusan
politik )
Episteme berasal dari bahasa Yunani
yang dapat diartikan menjadi knowledge, pengetahuan. Maka, epistemologi
gender adalah ilmu yang mempelajari gender. Sebelum membahas gender, ada
baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan seks. Seks dapat diartikan
sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang secara biologis memiliki
ciri-ciri tersendiri. Secara kodrati, keduanya memiliki fungsi-fungsi organisme
yang berbeda. Perbedaan inilah yang berpengaruh dan berkaitan dengan faktor
sosial, geografis dan kebudayaan suatu masyarakat, sehingga melahirkan konsep
gender. Dalam bahasa Inggris, kata “gender” yaitu pengelompokkan kata benda
atau kata ganti yang menyatakan sifat laki-laki dan perempuan. Kata “gender”
diartikan kelompok laki-laki, perempuan atau perbedaan jenis kelamin. Namun, di
Indonesia kata “gender” termasuk kosa kata dibidang ilmu sosial, maka gender
merupakan istilah.
Gender
(genus) adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan
yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun kebudayaan, tergantung pada
waktu (tren) dan tempatnya. Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita
mendefinisikan gender sebagai konsep hubungan sosial yang membedakan arti pada
kepentingan dan pemusatan fungsi-fungsi dan peran antara pria dan wanita.
Teori gender yang berpengaruh
dalam perbincangan persoalan gender :
1. Teori Psikoanalisa atau identifikasi
(Sigmund Freud).
Teori
ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak
awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas.
2. Teori
Strukturalis-Fungsionalism (Hilary M. Lip, Linda L. Lindsey, R. Dahrendolf).
Teori
ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh didalam suatu masyarakat,
mendefinisikan fungsi setiap unsur dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur
tersebut dalam masyarakat.
3. Teori Konflik (Karl
Mark, Friedrich Engels).
Mengemukakan
bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak
disebabkan perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas
yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga.
4. Teori Feminisme.
a. Feminis Liberal
(Margaret Fuller, Harriet Martineau, Angelina Grimke, Susan Anthony).
Mengakui
organ reproduksi merupakan konsekwensi, teori ini menekankan bahwa laki-laki
dan perempuan diciptakan seimbang dan serasi.
b. Feminis Marxis-Sosialis
(Clara Zetkin dan Rosa Luxemburg).
Berupaya
menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan
melontarkan issue bahwa ketimpangan adalah faktor budaya alam.
c. Feminis Radikal.
Menggugat
semua yang berbau patriarki, bahkan yang ekstrem berpendapat tidak membutuhkan
laki-laki, dalam kepuasan seksual juga dapat diperoleh dari sesama perempuan,
mentolerir praktek lesbian.
5. Teori Sosio-Biologis
(Pierre Van Den Berghe, Lionel Tiger dan Robin Fox).
Gabungan
faktor biologis dan sosial menyebabkan laki-laki lebih unggul dari pada
perempuan. Fungsi reproduksi dianggap penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan
peran laki-laki.
Ketidakadilan
Gender Merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti
pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih.
Ketidakadilan gender dapat
bersifat :
a. Langsung.
Perbedaan
perlakuan secara terbuka, baik disebabkan perilaku atau sikap norma/nilai
maupun aturan yang berlaku.
b. Tidak Langsung.
Seperti
peraturan sama, tetapi pelaksanaannya menguntungkan jenis kelamin tertentu.
c. Sistemik.
Ketidakadilan
yang berakar dalam sejarah atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan
yang bersifat membeda-bedakan.
Adapun bentuk diskriminasi
gender :
a. Marginaslisasi (peminggiran),
biasa dalam bidang ekonomi.
b. Subordinasi
(penomorduaan), menganggap perempuan lemah.
c. Stereotype (citra buruk),
serangan fisik dan psyikis.
d. Beban kerja berlebihan.
Asma
Barlah, penulis buku Cara Quran Membebaskan Perempuan mengatakan inti dari
ketidaksetaraan gender adalah pencampur-adukan antara biologis (jenis kelamin)
dan makna sosialnya (gender). Begitu juga Marshall Sahlin berpendapat bahwa
ketidakadilan gender merupakan subordinasi hal simbolik dibawah hal alamiah.
Al-Quran (Islam) dan Kesetaraan
Shahin
Iravani dalam tulisannya menyebutkan Islam selalu mempunyai definisi sendiri
tentang hak-hak perempuan, juga sebuah definisi yang jelas mengenai posisi
perempuan. Meskipun memiliki perbedaan biologis tetapi mempunyai kedudukan yang
sama secara etis-moral.
Menurut
Al-Quran, alasan kesetaraan dan keserupaan kedua jenis kelamin adalah bahwa
keduanya diciptakan untuk hidup bersama dalam kerangka saling mencintai dan
mengakui satu sama lain. Dalam Al-Quran laki-laki dan perempuan justru
bersumber dari diri yang sama, pada saat yang bersamaan dan dengan cara yang
sama, artinya keduanya adalah setara dan berasal dari sumber yang sama.
Laki-laki
dan perempuan memiliki kapasitas agensi, pilihan dan individualitas moral yang
sama, yaitu :
1. Al-Quran menetapkan
standar perilaku yang sama bagi laki-laki maupun perempuan dan menetapkan
standar penilaian yang sama bagi keduanya, artinya Al-Quran tidak mengaitkan
agensi (wakil) moral dengan jenis kelamin tertentu.
2. Al-Quran menyebut
laki-laki dan perempuan sebagai penuntun dan pelindung satu sama lain, dengan
menyebutkan bahwa keduanya mampu mencapai individualitas moral dan memiliki
fungsi penjagaan yang sama terhadap satu sama lain.
·
Pembentukan stereotipe ( pelabelan negatif )
Menurut
ahli, stereotipe yakni seperangkat penilaian dari kelompok lain
dalam hubungannya dengan ingroup dalam situasi terkini (Smith, 1999).
Stereotipe berasal dari bahasa latin yang berarti stereot yang artinya kaku dan
tipos yang artinya kesan. Jadi secara keseluruhan adalah anggapan dari orang
lain yang kaku dan seakan-akan tidak berubah. Oleh karena itu stereotipe adalah
suatu kepercayaan yang dilebih-lebihkan atau keyakinan yang berkaitan dengan
suatu kategori manusia atau suatu generalisasi yang berlebihan tentang
cirri-ciri suatu kelompok tertentu.
Walter Lippman mengatakan
stereotipe itu adalah pictures in our head. Stereotipe adalah persepsi yang
dianut yang dilekatkan pada kelompok-kelompok atau orang-orang dengan gegabah
yang mengabaikan keunikan-keunikan individual.
Stereotipe
adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu,
dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk
dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif dan
negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan
diskriminatif.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, stereotipe adalah konsepsi mengenai
sifat suatu golongan berdasarkan prasangka subjektif dan tidak tepat.
Karena kata stereotipe ini berasal
dari bahasa Inggris, maka perlu penulis juga artikan kata stereotype ini
dari bahasa Inggris itu sendiri. Arti stereotipe dalam bahasa Inggris itu
sebagai berikut: Stereotype is an image or idea of a particular type of person
or thing that has become fixed through beingwidely held.1 (stereotipe
adalah suatu gambaran atau gagasan tentang suatu pribadi/suku tertentu atau
barang tertentu dimana hal itu telah menjadi ketetapan/ketentuan yang
dipegang/diyakini secara luas).
Sedangkan
menurut Jeanny M Fatimah, stereotipe merupakan
gambaran tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi individu atau
golongan lain yang bercorak negatif akibat tidak lengkapnya informasi dan
sifatnya subjektif, dimana penilaian-penilaiannya mengandung
penyederhanaan dan pemukulrataan secara berlebih-lebihan.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stereotipe adalah pandangan
atau penilaian mengenai sifat-sifat dan watak pribadi suatu individu atau
golongan lain yang bersifat subjektif, tidak tepat dan cenderung negatif karena
tidak lengkapnya informasi yang didapatkan.
·
Violence ( Kekerasan )
Kekerasan
(violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan
oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter
perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin.
Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki
dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap
lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan
kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai
alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.
Contoh
:
Kekerasan
fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam
rumah tangga. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan
tersiksa dan tertekan. Pelecehan seksual.
·
Beban kerja
Beberapa definisi atau pengertian beban kerja (workload) adalah:
1.
“Jumlah
kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama
periode waktu tertentu dalam keadaan normal.” (Haryanto, 2004)
2.
“Work that a
person is expected to do in a specified time.” (Dictionary Internet)
3.
“The amount
of work assigned to a person or a group, and that is to be done in a particular
period.” (Dictionary Internet)
4.
“The amount
of labor hours requires to carry out specified maintenance tasks.”
(Dictionary Internet)
Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat bahwa
pengertian beban kerja terkait dengan 4 (empat) aspek yaitu:
1.
Aspek tugas-tugas
yang harus dikerjakan
2.
Aspek seorang
atau sekelompok orang yang
mengerjakan tugas-tugas tersebut
3.
Aspek waktu
yang digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut
4.
Aspek keadaan/kondisi
normal pada saat tugas-tugas tersebut dikerjakan
Dengan
demikian, pengertian analisis beban kerja (Workload Analysis) adalah suatu
proses analisa terhadap waktu yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan (jabatan) atau kelompok
jabatan (unit kerja) yang dilaksanakan dalam keadaan/kondisi normal.
II.5. Feminisme
Keperempuan
atau yang sering disebut feminisme menjadi kontroversial hal ini dipicu oleh
konstruk feminisme itu sendiri yang dibangun diatas kesadaran, ketertindasan
kaum perempuan. Kesadaran inilah yang menjadikan feminisme memiliki karakter
memihak dan tidak jarang menggugat.
Yang dimaksud teologi feminisme adalah suatu paham
keagamaan yang ditarik dari pengalaman.
II.5.1.
Teori Feminisme
·
Feminisme liberal => teori yang beranggapan bahwa
latar belakang dan ketidakmampuan kaum wanita bersaing dengan laki-laki.
·
Feminisme
radikal => teori yang berpendapat bahwa akar penindasan laki-laki terhadap
perempuan adalah jenis kelamin itu sendiri ( biologis ) dan ideologi
patriarkinya.
·
Feminisme marxisme => aliran yang berpendapat bahwa
penyebab penindasan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan
reproduksi yang bersifat struktur
·
Feminisme sosial => menurut teori ini penilaian dan
anggapan terhadap perbedaan biologi laki-laki dan perempuan ( kontruksi sosial
).
·
Feminisme islam => menurut teori ini islam
memberikan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan karya
(‘amal).
II.5.2. Teologi
Feminisme Dan Dominasi Patriarkhi Dalam Islam
Patriarkhi
yang perpijak dari konsep superioritas laki - laki dewasa atas perempuan dan
anak-anak telah menjadi isu sentral dalam wacana feminisme. Laki-laki sebagai
patriarch ( penguasa anggota keluarga ). Perempuan dipandang sebagai makhluk
inferior,emosional dan kurang akalnya. Budaya patriarkhi terjadi karena adanya
dominasi kelompok tertentu terhadap kelompok lain.
II.5.3. Feminisme
Di Dunia Islam
Feminisme
sudah dikenal sejak awal 1970, feminisme muncul di berbagai jurnal dan surat
kabar. Tahun 1980 masih banyak orang yang asing mendengar feminisme, apalagi
menjadi seorang feminis. Banyak orang menganggap bahwa feminisme adalah gerakan
para perempuan yang anti laki - laki. 1997, feminisme sudah mulai diterima,
meskipun dengan sikap yang ekstra hati-hati.
II.6. Tinjauan Biomedik Terhadap
Problematika Gender
·
Kesetaraan gender sering dituntut secara tidak
proposional
·
Perkembangan gender tidak bisa lepas dari identitas
seksual dan pengembangan peran gender
·
Perbedaan jenis seks yang menjadi tolak pengembangan
peran gender itu sudah terjadi sejak masa konsepsi
·
Pertumbuhan jaringan otak pun berbeda antara laki-laki
dan perempuan.
·
Muncul gerakan feminisme sebagai gerakan untuk
mengembalikan harkat dan martabat kaum perempuan.
II.7. Pendapat Beberapa Tokoh
Tentang Gender
Oakley
(1972) dalam karyanya gender, se and society, mendefinisikan gender dengan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasar kontruksi sosial bukan
berdasar biologi dan bukan kodrat Tuhan.
Caplan (1987) dalam bukunya the cultural construction
of sexuality menyebut perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukan sekedar
biologi, namun secara sosial dan kultural.
II.8. Gender Di Era Kapitalisme
Awal jatuhnya status perempuan yakni dimulai sejak
perubahan organisasi kekayaan dan akhirnya perempuan direduksi menjadi bagian
dari properti. Dalam era kapitalisme modern penindasan perempuan diperlukan
karena menguntungkan kapitalisme. Perempuan juga berberan dalam reproduksi
buruh sehingga memungkinkan harga tenaga kerja murah sehingga menguntungkan
kapitalis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu fiqih adalah ilmu yang menjelaskan tentang aturan
hukum, amal-amal yang zahir bagi kalangan mukalaf seperti ibadah dan muamalah,
untuk mengetahui yang haram dan yang halal dari amal tersebut, dan yang
diisyariatkan serta yang tidak. Kata fiqih dipakai untuk nama segala hukum
agama, baik yang berhubungan dengan kepercayaan ataupun yang berhubungan dengan
muamalah praktis. Segala hukum dinamai fiqih dan memahami hukum dinamai juga
paham dengan fiqih.
Fiqih atau hukum Islam tumbuh berkembang hingga sampai
ke puncak perkembangannya menuju kesempurnaan. Fiqih islam tumbuh dari suatau
yang telah ada yang terdapat pertama kali menjadi pendukung hukum Islam yang
juga pengembangan ke penjuru dunia.
Fiqih Islam meliputi pembahasan yang mengenai
individu, masyarakat dan negara, melengkapi bidang ibadah, muamalah, kekeluargaan,
perikatan kekayaan, warisan, kriminal, peradilan, acara pembuktian, kenegaraan,
dan hukum - hukum internasional. Oleh karena itu, para ulama membagi ilmu fiqih
pada garis besarnya menjadi dua bagian pokok.
DAFTAR PUSTAKA
·
Prof.Dr.H.Khoiruddin Nasution,MA.2009.Pengantar Studi Islam,Yogyakarta:ACAdeMIA
· Dra.Siti
Ruhaini Dzuhayatin,MA.2002.Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender
dalam Islam,Yogyakarta: PSW IAIN SUNAN KALIJAGA
· Mansour
Fakih,dkk.1996.Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif
Islam.Surabaya:Risalah Gusti
·
Ahm, Asy’ari,dkk.. Pengantar Studi Islam. 2005. IAIN
Sunan Ampel Press : Surabaya
·
Abdullah, Yatimin. Studi Islam Kontemporer. 2006.
AMZAH: Jakarta
·
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. 1999. PT.
Grafindo Persada : Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)