BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar belakang
Ketika bangsa kita mengalami
berbagai perubahan sosial sebagai akibat dari aneka krisis yang menimpa (krisis
moneter, krisis politik, krisis kepercayaan, dan lain-lain) tampaknya semua
karakter sosial yang melekat dalam diri kita dan pernah diagung-agungkan itu,
mulai berangsur-angsur hilang dan bahkan kita mulai menampakkan karakter sosial
yang bengis dan menakutkan. Hal itu nampak paling transparan dalam bentuk
tindakan-tindakan yang destruktif yang dilakukan kita manusia terhadap sesama
yang ada di sekitar kita seperti, benturan, konflik, kekerasan, pembunuhan,
pembakaran, penjarahan, pemerkosaan, penculikan, terorisme, dan lain-lain.
Tindakan-tindakan
destruktif seperti itu tentu akan mengacak-ngacak modal sosial (social capital)
yang telah kita miliki. Modal sosial yang di dalamnya terdiri atas norma-norma
sosial yang seharusnya terpelihara dan terjaga kelanggengannya sekarang telah
teracak-acak oleh aktivitas-aktivitas manusia yang lebih tidak beradab. Otonomi
Daerah yang kehadirannya dimungkinkan untuk dapat memupuk modal sosial, belum
berperan banyak untuk menumbuhkan rasa solidaritas, kejujuran, keadilan,
kerjasama, dan sebagainya. Karena itu, sekarang harus ada upaya untuk
menumbuhkembangkan lagi modal sosial yang semakin menipis ini dalam institusi
lokal yang merupakan cikal bakal terbentuknya insitusi global.
I.2.
Rumusan Masala
2. Apa faktor apa saja yang
menjadi permasalahan modal sosial pendidikan indonesia.
3. Interaksi apa saja yang
menjadi modal sosial pendidikan.
4. Bagaimana soslusi problimatika
modal sosial pendidikan.
I.3.
Tujuan
Untuk
mengetahui permasalahan modal sosial yang ada di Negara Indonesia saat ini dan
bagaimana solusi yang harus kita lakukan dalam mengatasi masalah modal social
pendididkan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Modal Sosial
Modal sosial adalah suatu konsep
dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai
jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah “modal sosial” telah
digambarkan sebagai “sesuatu yang sangat manjur” [Portes, 1998:1] bagi semua
masalah yang menimpa komunitas dan masyarakat di masa kini.
Modal sosial awalnya dipahami
sebagai suatu bentuk di mana masyarakat menaruh kepercayaan terhadap komunitas
dan individu sebagai bagian didalamnya. Mereka membuat aturan kesepakatan
bersama sebagai suatu nilai dalam komunitasnya. Di sini aspirasi masyarakat
mulai terakomodasi, komunitas dan jaringan lokal teradaptasi sebagai suatu
modal pengembangan komunitas dan pemberdayaan masyarakat.
Modal sosial merupakan kekuatan yang
mampu membangun civil community yang dapat meningkatkan pembangunan
partisipatif, dengan demikian basis modal sosial adalah trust, idiologi dan
religi. Modal sosial dapat dicirikan dalam bentuk kerelaan individu untuk
mengutamakan keputusan komunitas, Dampak dari kerelaan ini akan menumbuhkan
interaksi kumulatif yang menghasilkan kinerja yang mengandung nilai sosial.
Manusia belum disebut manusia yang
sebenarnya, bila ia tidak ada dalam suatu masyarakat, karena itu pula maka
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia pada dasarnya tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya dengan baik tanpa hidup bermasyarakat. Sejak
lahir, manusia membutuhkan pertolongan manusia lain, sampai dewasa dan
meninggal (dan dikubur), ia pun tetap membutuhkan manusia lain. Kemandirian
manusia tidak diartikan sebagai hidup sendiri secara tunggal, tapi hidup
harmonis dan adaptif dalam tatanan kehidupan bersama. Seperti yang dikemukakan
oleh Fairchild (1980) masyarakat merujuk pada kelompok manusia yang memadukan
diri, berlandaskan pada kepentingan bersama, ketahanan dan
kekekalan/kesinambungan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi,
semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan
kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak
masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat
meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal
sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan suatu
masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi
bahkan dihancurkan oleh pihak luar.
Sebenarnya ada
dua macam modal sosial, sebagaimana diulas oleh McElroy, Jorna dan Engelen
(2006), yaitu modal sosial yang psiko-sentris, dan modal sosial yang
sosio-sentris. Modal psiko-sentris berbentuk kemampuan seseorang dalam
memanfaatkan jaringan atau relasi sosial untuk melakukan sesuatu. Istilah
sehari-harinya, orang yang punya modal sosial psiko-sentris ini adalah “orang
gaul”, pergaulannya luas, banyak teman, suka nraktir (dan ditraktir) , dan
pandai memanfaatkan hubungannya untuk memperlancar urusan. Kadang bentuk
kemampuan ini dilihat secara rada sinis, karena orang yang memilikinya
cenderung terlihat suka berkolusi dan pandai “memanfaatkan teman”. Padahal
seringkali kemampuan bergaul ini bersifat positif dan memang diperlukan di
segala bidang (tidak hanya bisnis atau politik).
Modal sosial
akan tampak lebih “netral” jika kita melihatnya sebagai modal yang
sosio-sentris. Dalam bentuk sosio-sentris, modal ini terlihat sebagai sebuah
tindakan kolektif yang di dalamnya mengandung hubungan-hubungan pribadi.
Misalnya, modal sosial ini sering terucapkan secara bercanda dalam kata-kata
“Bersatu kita teguh, bercerai kita… kawin lagi!” Maksudnya adalah betapa
penting bagi sebuah komunitas untuk bertindak secara kolektif, dan tindakan
kolektif ini kemudian dapat dimanfaatkan (atau istilah kerennya:
diapropriasikan) oleh seseorang yang memerlukannya, baik dalam bentuk
organisasi atau sistem sosial itu sendiri. Pemanfaatan ini menimbulkan
keberuntungan (baik keberuntungan finansial maupun keberuntungan lain) bagi
orang itu maupun bagi sesama anggota komunitas yang lain. Kita sering bilang,
“Elu untung, gue untung.. sama-sama senang, lah!”
II.2. Wujud Nyata Dari Modal Sosial
Modal sosial terkadang merupakan
sesuatu yang sangat tidak riil dan tampaknya sangat susah untuk sekedar
dibayangkan. Mahluk apakah social capital itu? Berwujud apakah dia
sehingga banyak membuat orang terinspirasi oleh pentingnya kehadiran modal
sosial sebagai pendukung pemberdayaan masyarakat, pendukung demokrasi termasuk
sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan good governance yang
dewasa ini banyak diperbincangkan masyarakat kita.
II.2.1. Hubungan sosial
Merupakan suatu bentuk komunikasi
bersama lewat hidup berdampingan sebagai interaksi antar individu. Ini
diperlukan sebab interaksi antar individu membuka kemungkinan campur tangan dan
kepedulian individu terhadap individu yang lain. Bentuk ini mempunyai nilai
positif karena masyarakat mempunyai keadilan sosial di lingkungannnya.
II.2.2. Adat dan nilai budaya lokal
Ada banyak adat dan kultur yang
masih terpelihara erat dalam lingkungan kita, budaya tersebut kita akui tidak
semua bersifat demokratis, ada juga budaya-budaya dalam masyarakat yang
terkadang sangat feodal bahkan sangat tidak demokratis. Namun dalam perjalanan
sejarah masyarakat kita, banyak sekali nilai dan budaya lokal yang bisa kita
junjung tinggi sebagai suatu modal yang menjunjung tinggi kebersamaan,
kerjasama dan hubungan sosial dalam masyarakat.
II.2.3. Toleransi
Toleransi atau menghargai pendapat
orang lain merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan oleh
setiap orang ketika ia berada atau hidup bersama orang lain. Sikap ini juga
yang pada akhirnya dijadikan sebagai salah satu prinsip demokrasi.
Toleransi bukan berati tidak boleh berbeda, toleransi juga bukan berarti diam
tidak berpendapat. Namun toleransi bermakna sebagai penghargaan terhadap orang
lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara serta menyadari
bahwa pada dasarnya setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda.
II.2.4. Kesediaan untuk mendengar
Dalam belajar berdemokrasi kita sangat
tidak asing dengan upaya seperti menghormati pendapat orang lain, toleransi dan
lain-lain. Namun ada satu hal yang hampir terlupakan yaitu tentang kesediaan
mendengar pendapat orang lain . Begitu juga dalam bernegara, kearifan
mendengar suara rakyat merupakan salah satu bentuk toleransi dan penghargaan
negara terhadap masyarakat. Apa yang berkembang di dalam masyarakat sebagai
suara rakyat haruslah ditampung, disimak dan dipahami untuk mengkaji ulang
kebijakan “kebijakannya. Kekuasaan yang tidak mampu lagi mendengar suara
anggotanya adalah kekuasaan yang tidak lagi inspiratif, dan tidak menjalankan
kedaulatan rakyat. Kekuasaan seperti ini haruslah direformasi.
II.2.5. Kejujuran
Merupakan salah satu hal pokok dari
suatu keterbukaan atau transparansi. Dalam masyarakat kita hal ini sudah
ada, dan ini sangat mendukung perkembangan masyarakat ke arah yang lebih
demokratis karena sistem sosial seperti ini akan mensuramkan titik-titik
korupsi dan manipulasi di kalangan masyarakat adat sendiri.
II.2.6. Kearifan lokal dan
pengetahuan lokal
Merupakan pengetahuan yang
berkembang dalam masyarakat sebagai pendukung nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat. Penghargaan terhadap nilai lokal ini memunculkan kebersamaan antar
anggota masyarakat yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya.
II.2.7. Jaringan Sosial dan
Kepemimpinan Sosial
Jaringan sosial terbentuk
berdasarkan kepentingan atau ketertarikan individu secara prinsip atau
pemikiran. Sementara itu kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi,
hubungan personal atau keagamaan. Seluruh kepemimpinan sosial muncul dari
proses demokrasi. Dalam demokrasi yang dominan adalah adu konsep rasional dan
gagasan terhadap suatu kemajuan.
II.2.8. Kepercayaan
Merupakan hubungan sosial yang
dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama.Dalam soal ini,
deskripsi Fukuyama relevan untuk dikemukakan. Dalam buku Trust: The Social
Virtues and The Creation of Prosperity (1985), Francis Fukuyama
mengeksplorasi modal sosial itu guna mendeskripsikan betapa masyarakat yang
telah memiliki modal sosial. Suatu masyarakat, dengan kepercayaan tinggi,
dijamin sukses menjalankan visi dan misinya (high-trust society). Di
sana digambarkan, masyarakat bersatu padu demi masyarakat keseluruhan.
Kesediaan orang untuk berkorban, ini mengingatkan kita kepada zaman revolusi,
betapa suasana yang tercipta adalah kepercayaan yang tinggi. Sebaliknya, sikap
saling curiga, suka menaruh kecewa kepada unit masyarakat yang lain, selalu menabung
cemburu satu sama lain, adalah indikasi rendahnya kepercayaan (low-trust
society) di masyarakat. Mungkin inilah yang oleh Fukuyama diistilahkan
dengan zero trust society, sebelum menginjak ke arah yang lebih runyam
ketiadaan kepercayaan.
II.2.9. Kebersamaan dan Kesetiaan
Perasaan ikut memiliki dan perasaan
menjadi bagian dari sebuah komunitas.
II.2.10. Tanggung jawab sosial
Merupakan rasa empati masyarakat
terhadap perkembangan lingkungan masyarakat dan berusaha untuk selalu
meningkatkan ke arah kemajuan.
II.2.11. Partisipasi masyarakat
Kesadaran dalam diri seseorang untuk
ikut terlibat dalam berbagai hal yang berkaitan dengan diri dan lingkungannya.
II.2.12. Kemandirian
Keikutsertaan
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang ada dalam masyarakat dan
keterlibatan mereka dalam institusi yang ada dilingkungannya sebagai rasa
empati dan rasa kebersamaan yang mereka miliki bersama.
II.3. Modal Sosial Pendidikan
Modal
sosial pendidikan timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam komunitas
pendidikan. Meskipun interaksi terjadi karena sebagai alasan,orang-orang
berinteraksi,berkomunikasi,dan kemudian menjalin kerja sama pada dasarnya
dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi cara mencapai tujuan bersama yang
tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri secara pribadi. Interaksi
semacam ini melahirkan Modal Sosial Pendidikan yang ikatan-ikatan emosional
yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama,yang kemudian menumbuhkan
kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.
II.3.1.Kepercayaan.
Secara
umum orang tua menginginkan pendidikan yang lengkap untuk anak-anak mereka.
Mereka menginginkan generasi mudanya dapat bertahan hidup dan berkembang
menjadi warga negara yang berbudaya dan berpendidikan serta memiliki kemampuan
untuk berperan secara penuh dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fiske, 1993 bahwa orang tua adalah pelanggan utama sekolah yang
mempunyai tujuan pokok agar anak-anak mereka memperoleh pendidikan yang bermutu.
Oleh karena itu, bagaimana sebuah sekolah menciptakan kepercayaan orang tua
untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah tersebut. Pengoptimalan sumber daya
yang ada memang diperlukan untuk melakukan kegiatan yang membangun nilai tambah
bagi lembaga pendidikan.
II.3.2.Jaringan Sosial (partisipasi,
solidaritas, kerjasama)
Jaringan sosial terbentuk
berdasarkan kepentingan atau ketertarikan individu secara prinsip atau
pemikiran. Sementara itu kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi,
hubungan personal atau keagamaan. Seluruh kepemimpinan sosial muncul dari
proses demokrasi. Dalam demokrasi yang dominan adalah adu konsep rasional dan
gagasan terhadap suatu kemajuan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi,
semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan
kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak
masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat
meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat
modal sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan
suatu masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah
diintervensi bahkan dihancurkan oleh pihak luar.
1. Pranata Sosial (nilai-nilai bersama,
aturan-aturan)
Pranata Sosial adalah wadah yang
memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola perilaku yang sesuai
dengan norma yang berlaku.
Horton dan Hunt mengartikan pranata
sosial sebagai suatu hubungan sosial yang terorganisir yang memperlihatkan
nilai-nilai dan prosedur-prosedur yang sama dan yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar teertentu dalam masyarakat.
Keterangan Contoh di sekolah sebagi
lembaga sosial budaya untuk memperoleh pendidikan mempunyai aturan-aturan.
setiap orang harus berperillaku sesuai dengan aturan-aturan tertentu sehingga
proses pendidikan berjalan dg baik. Begitu juga di bank, mempunyai aturan
sendiri, setiap karyawan harus berperilaku sesuai dengan aturan yang
berlaku.Sebagai sebuah bangsa atau kelompok, masyarakatIndonesiamemiliki
unsur-unsur kebudayaan sendiri. Salah satu unsurnya adalah organisasi sosial.
Di dalam organisasi sosial yang terbangun dalam kebudayaan bangsaIndonesia,
pemerintah baik dari pusat hingga daerah merupakan bagiannya. Dalam
masing-masing unsur kebudayaan bangsaIndonesiaterdapat pranata-pranata yang
disepakati bersama. Pranata-pranata inilah yang kemudian dilaksanakan bersama
untuk menjalankan kehidupan bangsa tersebut sebagai sebuah kelompok masyarakat.
Kota Surakarta sebagai bagian dari bangsaIndonesiajuga berkewajiban untuk
menjalankan pranata sosial yang sudah terbangun. Salah satu wujud pranata
tersebut adalah peraturan peundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan atau pranata tersebut juga mengatur banyak hal
yang terkait dengan pelaksanaan sistem sosial di dalamnya. Salah satunya
diKotaSolo.
Amanat dari pranata sosial yang
disepakati mengatur tentang bagaimana agar komunikasi antar kelompok dalam
masyarakatnya terbangun dengan baik, tidak saling berbenturan, dapat bekerja
sama antara yang satu dengan yang lain, saling memahami, tidak saling
menganggu, sejahtera, dan lain sebagainya. Pemerintah merupakan satu organisasi
sosial yang bertugapranata social yang sudah disepakati. Dari pranata-pranata
social ini diturunkan kembali kedalam aturan-atauran yang lebih kecil.
Misalnya, ketika menggunakan fasilitas publik maka kepentingan anggota
masyarakat lain juga harus dipikirkan agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam
penggunaan fasilitas tersebut. Hal inilah yang kemudian menginisiasi munculnya
retribusi, pajak (meskipun sebagian orang ada juga yang menyamakan dengan
upeti), sumbangan dan lain-lain.
II.4. Problematika Modal Sosial Pendidikan
Problematika modal sosial dalam
pendidikan yang sering muncul pada masyarakat yakni sebagai berikut:
II.4.1.Kepercayaan
Masalah kepercayaan diIndonesiayakni
banyaknya wargaIndonesiasendiri yang tidak percaya pendidikan di Negaranya
sendiri. Mereka lebih memilih mengirim anaknya untuk menempuh pendidikan di
luar negeri,dengan alasan pendidikan disanalebih optimal daripada di Indonesia.
Dengan adanya fenomena seperti ini,membuka lebar kemungkinan bahwa kepercayaan
masyarakatIndonesiasemakin pudar. Selanjutnya siapa yang akan menjadi generasi
penerus bangsa selanjutnya. Apakah kejadian seperti ini akan terus terjadi pada
masyarakatIndonesia.
II.4. 2. Jaringan Sosial
Berkaitan dengan peranan masyarakat
dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta
Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan
mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Hal yang justru
memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP(Badan Hukum
Pendidikan) maka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih
luas untuk mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan
dengan DU/DI tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai
pihak yang berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return
yang sepadan dari investasinya tersebut? Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh
keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
II.4.3. Pranata Sosial
Pelanggaran norma, krisis
kepemimpinan, kerenggangan hubungan sosial dan dehumanisasi, kondisi ini
disebabkan oleh lemahnya kontrol sosial, sentimen kelompok, meningkatnya
semangat individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila kondisi ini
dibiarkan maka akan berakibat pada anomalis, pembangkangan, konflik dan
perilaku menyimpang. Komunitas, muncul
sikap baru dari komunitas dalam bentuk apatis, pragmatis, pengingkaran dan
budaya potong kompas (menerobos).
Fenomena pergaulan bebas di kalangan
remaja (pelajar) yang di antara akibatnya menjerumuskan para pelajar pada seks
bebas,misalnya. Hal ini merupakan sebuah keadaan yang menunjukan tidak
relevannya sistem pendidikan yang selama ini diselenggarakan dengan upaya
membentuk manusia indonesia yang berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana
dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional sendiri (Psl.2 UU No.20/2003),
karena realitas justru memperlihatkan kontradiksinya. Siswa sebagai bagian dari
masyarakat mendapatkan pendidikan di sekolah dalam rangka mempersiapkan mereka
agar dapat lebih baik ketika menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
Namun karena kehidupan di tengah-tengah masyarakat secara umum berlangsung dengan
sekuler, ditambah lagi dengan proses pendidikan dalam satuan pendidikan dalam
kerangka sekulerisme juga, maka siklus ini akan semakin mengokohkan kehidupan
sekulerisme yang makin meluas.
Jadi ,dengan adanya
ketidakseimbangan antara kehidupan ini,memungkinkan moral serta nilai “ nilai
yang menjadi dasar kehidupan misalnya nilai agama pada remaja atau para peserta
didik mudah goyah dan bila fenomena ini berlangsung terus menerus,kemungkinan
besar moral penerus bangsa kita akan semakin tidak baik.
II.5. Solusi Problematika Modal Sosial Pendidikan
Untuk menyelasaikan masalah-masalah
cabang di atas, diantaranya juga tetap tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian
masalah mendasar. Sehingga dalam hal ini diantaranya secara garis besar ada dua
solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni
solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan, antara lain: sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial,
ideologi, dan lainnya. Dengan demikian, penerapan ekonomi syariah sebagai
pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis akan menyeleraskan paradigma
pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu
bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan tanpa adanya pembebanan biaya
yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap masyarakat yang tidak memiliki
sumber dana (capital).
Penerapan sistem politik islam
sebagai pengganti sistem politik sekuler akan memberikan paradigma dan frame
politik yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat sebagai bentuk perjuangan untuk
menjamin terlaksananya pengaturan berbagai kepentingan ummat oleh penguasa
termasuk diantaranya dalam bidang pendidikan. Sehingga bukan malah sebaliknya
menyengsarakan ummat dengan memaksa mereka agar melayani penguasa. Penerapan
sistem sosial yang islami sebagai pengganti sistem sosial yang hedonis dan
permisif akan mampu mengkondisikan masyarakat agar memiliki kesadaran yang
tinggi terhadap kewajiban terikat pada hukum-hukum syariat sehingga peran
mereka dalam mensinergiskan pendidikan di sekolah adalah dengan memberikan
tauladan tentang aplikasi nilai-nilai pendidikan yang diperoleh siswa di
sekolah.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan. Diantaranya:
Secara tegas, pemerintah harus
mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah
yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang
melimpah yang merupakan milik ummat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut,
maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan
dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan
siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP)
maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan
tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai
dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan
sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses
belajar-mengajar.
BAB III
PENUTUP
III.1.Kesimpulan
Modal
sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang
didasarkan pada nilai jaringan sosial. Modal sosial terkadang merupakan sesuatu
yang sangat tidak riil dan tampaknya sangat susah untuk sekedar dibayangkan. Modal sosial pendidikan timbul dari adanya
interaksi antara orang-orang dalam komunitas pendidikan. Sedangkan problematika
yang terjadi antara lain pranata sosial, kepercayaan, dan jaringan sosial.
Solusis brolematika modal pendidikan yang ada di Indonesia yang Pertama, solusi sistemik, yakni
solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan, antara lain dan Kedua,
solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.ireyogya.org/adat/modul_modalsosial.htm
Prijono, Onny S. 1966. Pemberdayaan Konsep, Kebjakan dan
Implementasi.Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Soekamto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:
CV. Rajawali.
Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial. Jogyakarta: Global
Pustaka Utama.
Field, John. Modal Sosial. Medan:Bina Media Perintis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar